2 Jun 2019, 10:09 WIB | Artikel

Mudik sebuah kenikmatan

suasana mudik menggunakan kapal laut ( foto antara)

Jumat kemarin penulis melakukan  ritual tahunan yakni perjalanan sipiritual tahunan yang banyak di definisikan dengan istilah mudik. Dalam perjalanan dari Desa kota Baru Selatan menuju kota Palembang, menyaksikan  pemandangan yang tidak lazim di hari biasa namun sangat lumrah pada momentum ini yakni melihat mobil mobil berkomvoi dengan muatan penuh diatas atap  mobil. Di terminal,  stasiun kereta api ,di pelabuhan bahkan bandara pun di jejali orang orang yang akan berpergian. Peristiwa ini terjadi satu tahun sekali yakni berapa hari menjelang idul fitri.

Tidak hanya di indonesia penomena  ini terjadi,namun ada juga di beberapa negara yang penduduknya mayoritas muslim tradisi ini dapat di temukan yakni antara lain negara Turky,Pakistan,India,Malaysia dan negara Bangladesh

Mungkin ada yang heran kok segitu amat bersemangat ,berkeringat bermandi peluh dan harus berjejal jejal menggunakan  Kendaraan umum bahkan tak jarang mengantri tiket hingga harus bermalam. Suasana kebatinan orang yang mudik tidak akan di rasakan oleh yang tidak pernah mudik. Kajian kajian ilmu sosiologis, antropologi akan mentok jika si pakar tidak ikut ritual mudik

Ahli sosilogi menyatakan bahwa mudik merupakan sebuah pengungkapan eksistensi sosial bagi sang pemudik. Namun menurut penulis memandang lebih daripada itu, bahwa mudik kaya akan  dimensi.Semua bidang keilmuan akan menemukan jawabannya. Ahli ekonomi melihat  mudik sebuah kegiatan ekonomi yaitu perputaran uang  yang konon  mencapai ter liyunan rupiah, ahli antropologi menyebut mudik  adalah sebuah peristiwa budaya,para penceramah agama  mengatakan  mudik merupakan momentum silaturahmi.

Terlepas dari istilah istilah ahli bagi penulis mudik merupakan sarana mengenang masa kecil, bertemu teman teman sepermainan, merangkai peristiwa peristiwa masa lalu menjadi kenangan yang dimunculkan. Maka mudik bukan hanya milik masyarakat urban namun milik semua. orang desa pun akan mudik (istilah penulis) ke kota tempat dimana dia tumbuh besar.

Kadang hanya menyaksikan rumah tua dimana kita tumbuh berkembang, kebahagian menyeruak. Kenangan masa lalu seolah di rewind dengan layar full HD, hingga nampak jelas alias detil peristiwa demi peristiwa. Rasa kebatinan inilah  yang susah  untuk di dapat jika anda tidak mudik. Atau dengan kata lain sulit menemukan diksi  untuk mengungkapkan betapa semringah wajah wajah orang orang yang kembali ke tempat dia tumbuh besar di sana

Mari mudik, jika anda penat dengan  pekerjaan ataupun mau keluar dari rutinitas yang mejemukan

Pancausaha 28 ramadhan 1440 H